Minggu, 14 Juni 2015

Etika Seorang Pengacara Dalam Bermasyarakat

Seorang penegak hukum seharusnya paham betul bagaimana cara berkomunikasi dan bersikap yang baik dan menjadi contoh bagi masyarakat, karena penegak hukum sudh dibekali banyak ilmu mengenai cara berperilaku dan beretik dalam bermasyarakat. Mereka yang benar-benar punya jiwa sebagai penegak keadilan tentunya akan sangat berhati-hati dalam berperilaku karena mereka pasti paham ada banyak sanksi dan hukuman jika mereka berperilaku menyimpang.  Namun lain halnya denganpengacara kondang Farhat Abbas, sebagai penegak hukum beliau kurang paham seperti apa etika berkomunikasi yang baik.

Pengacara kondang ini seringkali mengeluarkan komentar mengundang kontroversial gaya bicara yang kesan berani dan blak blakan sebuah ciri khasnya. Namun eksistensinya dimedia sosial justru dihujam banyak kritikan dan kecaman dari masyarakat. Walaupun sering menuai banyak kritikan dari masyarakat ataupun tokoh-tokoh ternama, hal itu tidak membuat farhat abbas takut.

Dalam beberapa kasus yang dikomentari farhat abbas, ada beberapa yang dia sampaikan tidak secara langsung atau di depan media. Kebiasaan farhat yang sering menggunakan jejaring sosial dalam hal ini "tweeter" sebagai media untuk mengomentari kasus ataupun masalah orang lain menuai banyak sekali hujatan. Farhat dinilai telah melanggar etika berkomunikasi dan UU ITE.

Farhat Abbas sempat menyindir Wakil Guburnur DKI Jakarta Ahok dengan sebutan non pribumi. Lewat media sosial Twitter, Farhat Abbas sempat menyuarakan pendapatnya itu. Seperti dilansir dari Liputan6.com, Jumat (11/1/2013), Farhat Abbas melalui akun Twitter @farhatbbaslaw: "Ahok sana sini protes plat pribadi B 2 DKI dijual polisi ke orang umum katanya! Dasar Ahok plat aja diributin! Apapun plat nya tetap C***!"

Akibat ucapannya itu, Farhat Abbas sempat diperkarakan ke polisi. Pengacara kondang tersebut kembali dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait dugaan pencemaran nama baik dan fitnah dalam tulisannya di situs jejaring sosial Twitter.  Farhat dilaporkan Ketua Masyarakat Muslim Tionghoa Indonesia (MUTI) M. Jusuf Hamka.

"Sebagai orang yang punya pendidikan tinggi harusnya tak pantas melakukan hal itu. Jika perkataan itu dianggap sebagai style bahasa gaul, bukan seperti itu caranya. Kata Cina sendiri dianggap sebagai bentuk sindiran, apalagi kata Cina sebenarnya sudah diperhalus dengan Tionghoa," kata Jusuf Hamka di Jakarta, Jumat (11/1/2013).



Dengan ucapan yang dikeluarkan Farhat Abbas itu, apakah mungkin jika kita menilai jika sang pengacara kondang itu bisa disebut melanggar etika komunikasi?  Menurut ulasan yang dituliskan Andy W. Corry, ada beberapa hal yang dilihat dalam etika komunikasi yaitu, menurut Nielsen (dalam Johannsen, 1996), mengatakan bahwa untuk mencapai etika komunikasi, perlu diperhatikan sifat-sifat berikut:

(1) Penghormatan terhadap seseorang tanpa memandang umur, status atau hubungan dengan si pembicara

(2) Penghormatan terhadap ide, perasaan, maksud, integritas orang lain,

(3) Sikap suka diperbolehkan, tetap objektif, dan keterbukaan pikiran yang mendorong kebebasan berekspresi,

 (4) Penghormatan terhadap bukti dan pertimangan yang rasional terhadap berbagai alternatif

 (5) terlebih dahulu mendengarkan dengan cermat dan hati-hati sebelum menyatakan sikap setuju atau tidak setuju.

Hal itu berarti etika komunikasi termasuk informasi yang relevan dan berdasarkan fakta. Ketetapatan dan kejelasan. Hindari bahasa yang memaipulasi dan mengandung diskriminasi. Selain itu, jangan menyembunyikan informasi dibalik sikap optimis. Serta, jangan mengungkapkan opini Anda seolah-olah itu adalah fakta. Jangan lupa memberikan data-data yang relevan untuk sebagai bukti dari komunikasi yang Anda lakukan.

Hal menghina atau pun mencemarkan nama baik di media sosial pun terkandung dalam UU ITE

Pasal 27 ayat (3) UU ITE

"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik".

Oleh karena itu, ada baiknya seorang farhat abbas , pengacara terkenal yang berpendidikan tinggi dan tahu akan hukum sebaiknya lebih bijak dan dewasa dalam betindak serta menjunjung tinggi etika. Negara kita memang negara demokrasi, semua orang berhak menyampaikan pendapat, namun yang namanya kebebasan harus tetap berada dijalurnya, dalam kata lain, harus tahu resiko atau dampak apa yang kita sampaikan  dan bertujuan baik dalam hal ini harusnya pemerintah dan korban lebih sensitif, agar tidak ada yang seakan akan menyepelekan UU yang ada sehingga aspirasi dan kritikan selanjutnya lebih membangun dan bermanfaat baik bagi pengkritik dan yang dikritik.