Sabtu, 05 November 2011

Kesamaan Derajat Wanita

Isu emansipasi wanita selalu tidak pernah habis dibicarakan. Apalagi di sebagian negara di dunia termasuk Indonesia, masalah kesetaraan gender, persamaan derajat/hak antara wanita dan pria, kebebasan wanita, gerakan feminisme dan sebagainya yang semunya itu berkaitan dengan emansipasi wanita adalah isu-isu yang sifatnya status quo. Artinya belum ada kesepakatan secara regional ataupun internasional tentang konsep dan implementasi emansipasi wanita tersebut.

Misalnya apakah yang dimaksud dengan emansipasi itu adalah seperti konsep yang diterapkan di dunia Barat sekarang dan negara-negara sekuler lainnya? Ataukah konsep itu hanya (sesuai) diberlakukan di dunia Barat saja, tidak di dunia Timur termasuk Indonesia. Dan di antara negara-negara Barat sendiri juga belum terdapat kesepakatan dan kesepahaman tentang konsep tersebut.

Di Indonesia misalnya, dengan mayoritas penduduk muslim apakah implementasi dari emansipasi wanita ini sudah bisa dianggap berjalan. Apakah idiologi dan budaya yang dianut oleh suatu bangsa dan praktik-praktik keseharian di antara penduduknya sudah memenuhi hak-hak wanita dan mengangkat kedudukan mereka? Sebagai contoh, misalnya ada suatu tradisi yang berlaku di daerah tertentu menurut pandangan khalayak ramai dianggap merendahkan martabat wanita, namun justru di daerah barsangkutan dianggap sebagai hal biasa, merupakan tradisi yang terpelihara selama bertahun-tahun, bahkan berabad-abad.

Sampai sekarang, di beberapa daerah yang masih kuat memegang tradisi masih bisa ditemukan praktek keseharian masyarakat yang mengsitimewakan kedudukan wanita, misalnya dalam pembagian harta warisan, upacara adat, dan seterusnya. Oleh karena itu, untuk saat ini belum ada parameter yang jelas tentang emansipasi wanita dan implementasinya di masyarakat. Dan memang, kata emansipasi itu sendiri masih bersifat interpretable (multi tafsir).

Namun yang jelas, upaya untuk mengkampanyekan emansipasi wanita dengan berbagai istilah dan interpretasinya sangat getol dilakukan oleh negara-negara Barat. Kita tidak tahu agenda dam misi apa yang terdapat dibalik kampanye dan propaganda emansipasi wanita itu. Propaganda emansipasi wanita adalah lagu lama yang dikobarkan oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin ketika mereka melihat Islam sebagai agama yang sempurna dan pemeluknya sangat teguh memegangnya.

Selama kaum muslimin terutama kaum muslimatnya konsekwen memegang Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah saw, selama itu pula musuh-musuh Islam tidak akan pernah puas, dan selalu berupaya menghancurkan Islam di antaranya dengan propaganda emasipasi wanita ini.

Bagi negara Indonesia, isu emansipasi biasanya mencuat sempena perayaan Hari Kartini setiap tanggal 21 April, yang diperingati secara nasional dalam rangka mengenang perjuangannya mengangkat harkat dan hak-hak wanita. Dan juga ada beberapa wanita Indonesia yang hidup pada zaman sampai dengan sebelum kemerdekaan yang berjuang merebut, mempertahankan, dan membela kemerdekaan dengan berbagai bentuk perjuangan mereka. Perempuan-perempuan ini sesungguhnya juga merupakan Kartini di bidangnya masing-masing, Kartini yang sosok dan kiprahnya tidak dikenal orang.

MAKNA EMANSIPASI

Emansipasi berasal dari bahasa Latin "emancipatio", artinya adalah pembebasan dari tangan kekuasaan. Di zaman Romawi dahulu, istilah ini dipakai terhadap upaya seorang anak yang belum dewasa agar lepas dari kekuasaan orang tua mereka dengan maksud untuk mengangkat derajat atau haknya.

Istilah itu secara luas digunakan untuk menggambarkan berbagai upaya yang dilakukan untuk memperoleh persamaan derajat atau hak-hak politik, lazimnya digunakan bagi kelompok yang tak diberi hak secara spesifik, atau secara lebih umum dibahas dalam hal-hal berkaitan masalah persamaan derajat.

Dalam perkembangannya, istilah ini kemudian lebih sering dikaitkan dengan emansipasi wanita (baca persamaan hak dan kedudukan bagi wanita) dalam rangka memperoleh persamaan hak, derajat, dan kebebasan seperti halnya kaum lelaki. Sejak abad ke-14 M sudah ada gerakan untuk memperjuangkan persamaan bagi wanita yang sekarang orang lebih mengenalnya sebagai emansipasi wanita.

Dunia Barat dan negara-negara sekuler lebih cenderung memakai istilah feminism (feminisme) yang artinya adalah sebuah upaya atau gerakan yang bertujuan untuk memperoleh dan mempertahankan persamaan hak politik, ekonomi, sosial, dan memiliki kesempatan yang sama bagi wanita. Konsep tersebut sering tumpang tindih dan rancu dengan konsep hak-hak kaum wanita.

Para penyeru emasipasi wanita (baca feminis) menginginkan agar para wanita disejajarkan dengan kaum pria di segala bidang kehidupan tanpa terkecuali, misalnya pendidikan, pekerjaan, perekonomian, politik, pemerintahan, dan sebagainya.

EMANSIPASI WANITA DALAM BIDANG PENDIDIKAN

Konsep ini bertujuan agar para wanita memiliki kesamaan hak dengan pria dalam menuntut ilmu di bangku-bangku sekolah sampai ke perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, di bidang umum ataupun agama. Namun demikian, sebagai akibat yang tak bisa dihindarkan, sistem pendidikan (sekolah) di Indonesia yang membedakan antara pendidikan umum dan agama, tak jarang nilai-nilai agama dan akhlak dikorbankan. Misalnya terjadinya ikhtilat (percampurbauran wanita dengan pria), bepergian tanpa mahram, pergaulan bebas tanpa batas, bersikap permisif dan longgar terhadap terhadap kemungkaran.

Itu semua adalah dampak negatif yang tak bisa terhindarkan akibat adanaya percampurbauran dengan kaum pria. Masih timbul perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang boleh tidaknya ikhtilat anatara wanita dan pria dalam masalah yang bersifat darurat misalnya karena kepentingan pengobatan, pendidikan, dan sebagainya.

EMANSIPASI WANITA DI BIDANG PEKERJAAN

Hasil konkrit yang dapat diamati dari pendidikan adalah dicetaknya sejumlah sarjana dari perguruan tinggi, baik wanita maupun pria dengan kemampuan dan kompetensi yang tidak jauh berbeda. Akibat dari berjubelnya calon tenaga kerja itu, maka persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin padat.

Hal ini langsung maupun tidak langsung akan berdampak kepada hal-hal berikut:

1. Timbulnya pengangguran bagi kaum pria sebab lapangan pekerjaan telah dibanjiri oleh kebanyakan kaum wanita.

2. Pecah atau terganggunya keharmonisan rumah tangga, sebab sang ibu lalai dengan tugas-tugas utamanya dalam rumah, seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, melayani suami dan anggota keluarga. Akibatnya rumah menjadi tidak terurus.

3. Perkembangan anak menjadi kurang terkontrol, karena ibu dan ayah sibuk bekerja di luar rumah. Di sinilah timbulnya salah satu celah penyebab kenakalan anak dan remaja.

4. Terjadinya percekcokan dan pertengkaran antara suami-istri, karena suami menuntut pelayanan penuh dari istri, sedangkan istri merasa capek setelah bekerja seharian di luar rumah.

5. Terjadinya perselingkuhan bahkan perzinahan di tempat kerja khususnya bagi wanita yang bekerja di luar rumah.

Pada hakikatnya Allah swt tidak membeni kaum wanita untuk bekerja mencari nafkah keluarga, karena itu merupakan kewajiban kaum lelaki.

Jadi seorang istri merupakan tanggungan suami, begitu juga putra-putri menjadi tanggungan orangtuanya. Jadi apabila seorang wanita muslimah memaksakan dirinya untuk bekerja menjadi wanita karir misalnya, maka pada hakikatnya dia telah merusak citra dirinya sendiri, karena bagaimanapun juga wanita tidak akan sanggup menandingi kaum pria dalam segala pekerjaan disebabkan terdapatnya beberapa kelemahan pada diri mereka, seperti fisik yang lebih lemah dari kaum pria, mengalami haidh, hamil, melahirkan, nifas, menyususi, mengasuh anak, sehingga mereka tidak mempunyai waktu penuh dan tenaga ekstra kuat menandingi laki-laki.

Itulah kodrat wanita yang ditetapkan Allah swt dimana mereka adalah kaum yang diciptakan bukan untuk mencari nafkah, bekerja di luar rumah dan berkarir, tetapi untuk tinggal di dalam rumah, sebagai ibu rumahtangga mengasuh dan mendidik anak serta melayani suami.

Namun pada zaman sekarang, akibat tuntutan zaman yang berdampak pula kepada keharusan untuk menopang ekonomi rumahtangga yang dilakukan oleh kaum wanita (istri), maka mau tak mau peran istri sudah bergeser baik sedikit maupun banyak, sehingga memaksa mereka untuk beraktifitas di luar rumah. Sebagai contoh nyata misalnya kebijakan pemerintah dalam pengiriman tenaga kerja wanita ke luar negeri.

Menurut hukum asalnya, syari`at Islam tidak membenarkan hal ini terjadi, bahkan melarangnya karena dikhawatirkan mudharatnya lebih besar dari pada manfaatnya. Hal ini sudah terbukti dengan kasus-kasus kekerasan, penganiayaan, dan perkosaan yang dialami oleh TKW Indonesia di luar negeri. Meskipun sudah terjadi berulang kali, tetapi upaya pemerintah untuk menghilangkan atau mengurangi kasus-kasus itu tidak memperlihatkan hasil yang memuaskan. Sampai kini masih saja peristiwa yang sama terjadi dan belum ditemukan solusi yang tepat dan memuaskan semua pihak.

Padahal dalam kaidah ushul fiqh yang menjadi metoda dalam menetapkan hukum dalam Islam, ada kaidah yang menyatakan bahwa menghindarkan atau menghilangkan mudarat itu lebih diutamakan dari pada mengambil keuntungan/maslahat. Dalam kasus kekerasan yang dialami oleh TKW Indonesia di luar negeri, bisa ditanggulangi misalnya dengan menciptakan lapangan kerja bagi wanita agar tidak sampai bekerja di luar rumah, luar negeri, dan sebagainya. Misalnya menciptakan home industri dan pemerintah menampung produk-produk yang dihasilkan untuk membantu pemasarannya.

EMANSIPASI WANITA DI BIDANG PEREKONOMIAN

Keikutsertaan wanita di bidang perekonomian dapat dilihat dari keterlibatan mereka di sektor-sektor perbankan, perkreditan, permodalan, saham, dan macam-macam bidang keuangan lainnya. Sudah menjadi pengetahuan kita semua bahwa penggerak utama sektor keuangan dan perbankan di Indonesia adalah bank-bank konvensional yang kental dengan praktek riba, meskipun ada ada bank-bank syari`ah tetapi dalam implementasinya belum sepenuhnya berjalan berdasarkan syari`ah.


EMANSIPASI WANITA DI BIDANG PEMERINTAHAN

Kiprah wanita di bidang politik dan pemerintahan di Indonesia mulai bersinar semenjak lahirnya reformasi politik pada tahun 1998 yang menandai jatuhnya rezim orde baru. Kaum hawa kini sudah banyak duduk di lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif, meskipun prosentasenya belum begitu signifikan. Sudah ada kemajuan berarti, paling tidak produk-produk hukum dan kebijakan yang dihasilkan kini sudah banyak yang berpihak kepada wanita. Dalam susunan kabinet sendiri sudah lama ada Kementerian Pemberdayaan Wanita. Di satker-satker tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota sudah dibentuk badan yang mengurusi wanita.




sumber : http://riau.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=492

Tidak ada komentar:

Posting Komentar