Jumat, 30 Desember 2011

BAB 9


 BAB 9
AGAMA DAN MASYARAKAT

Membicarakan peranan agama dalam kehidupan social menyangkut 2 hal yang sudah memiliki hubungan erat dan mamiliki aspek-aspek yang terpelihara. Yaitu pengaruh dari cita-cita dan etika agama dalam kehidupan individu dari kelas social dan grup social, perseorangan dan kelompok, dan mencakup kebiasaan dan cara semua unsure asing agama diwarnainya.

Yang lainnya juga menyangkut organisasi dan fungsi dari lembaga agama dan masyarakat itu berwujud kelompok penerapan nilai-nilai kemanusiaan, yang mempunyai seperangkat arti mencakup perilaku sebagai pegangan individu (way of life) dengan kepercayaan dan taat kepada agamanya.

Salah satu kasus akibat dari tidak terlembaganya agama adalah “ANOMI” yaitu keadaan disorganisasi social dimana bentuk social dan kultur yang telah mapan menjadi hancur. Hal ini disebabkan oelh hilangnya solodaritas apabila kelompok lama dimana individu merasa aman dan responsive dengan kelompok tersebut cenderung berantakan. Lalu hilangnya consensus atau tumbangnya persetujuan terhadap nilai-nilai dan norma yang memberikan arah dan makna bagi kehidupan bermasyarakat.

FUNGSI NORMA
Ada 3 aspek penting dalam masyarakat, diantaranya kebudayaan, system social, dan kepribadian. Ketiga aspek tersebut merupakan kompleks fenomena social terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan, sejauh mana fungsi agama dalam memelihara system. Dan sejauh manakah peranan agama dalam mempertahankan keseimbangan pribadi dalam menjalankan fungsinya dalam masyarakat. Pertanyaan itu timbul sebab, dari dulu sampai sekarang, agama itu masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan agama mampu memerankan sejumlah fungsi-fungsi kehidupan.

Manusia yang berbudaya menganut berbagai nilai. Ggasan dan orientasi yang terpola mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam lembaga situasi, dimana peranan dipaksakan oleh sanksi positif dan negative, menolakkan penampilannya, tetapi yang bertindak, berpikir dan merasa adalah individu.

Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab social yang dominan dalam terbentuknya lapisan social, perasaan agama dan termasuk konflik social. Agama dipandang sebagai lembaga social yang menjawab kebutuhan mendasar yang dapat dipenuhi kebutuhan nilai-nilai duniawi. Tetapi tidak menyalahkan hakikat apa yang ada diluar atau referensi transcendental. Aksioma teori fungsional agama dalah segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya, karena adama dari dulu smpai sekarang masih ada, mempunyai fungsi dan bahkan memerankan sejumlah fungsi. Teori fungsionalis agama juga memandang kebutuhan “sesuatu yang mentransendensikan pengalaman” sebagai landasan dari karakteristik dasar eksistensi manusia meliputi :

* Manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian. Hal penting bagi keamanan dan kesejahteraan manusia berada diluar jangkauannya.
* Kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi kondisi hidupnya terbatas, dan pada titik dasar tertentu kondisi manusia dalam kaitan dasar konflik antara keinginan dengan lingkungan ditandai dengan ketidak berdayaan.

* Manusia harus hidup bermasyarakat, dimana ada alokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas dan ganjaran. Ini mencakup pembagian kerja dan produk. Dalam hal ini tentu masyarakat diharuskan berada dalam kondisi imperative.

Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sacral, maka normanya pun di kukuhkan dengan sanksi-sanksi sacral. Dalam setiap masyarakat sanksi sacral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi, supramanusiawi dan ukhrowi.

Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu yang pada saat dia tumbuh menjadi dewasa memerlukan suatu system nilai sebagai suatu tuntunan umum untuk mengarahkan aktivitasnya dalam masyarakat.

Fungsi agama dibidang social adalah sebagai penentu, dimana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban social yang membantu mempersatukan mereka.

Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama, menurut Ronald Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan dan konsekunsi.
  1. Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religious akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.

  1. Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini menyangkut, Pertama, ritual yaitu berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religious formal dan perbuatan mulia. Kedua, berbakti idak bersifat formal dan tidak bersifat public serta relative spontan.

  1. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religious pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan meskipun singkat dengan perantara yang supernatural.

  1. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap religious akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.

  1. Dimensi konsekuensi dari komitmen religious berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan jati dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar